Yang Harus Dilakukan Penyair - Oleh Mohammad Arfani 2024

Mukadimah

Suatu waktu Hamzah Fansuri (..-1590) tumbuh dalam zaman Aceh Darussalam sebagai seorang ahli tasawuf dan penyair. Ia menulis syair yang sekarang sudah banyak ditransliterasikan dan juga beberapa prosa seperti Asrar Al-Arifin, Sharab Al-Asyikin, Dan kitab Muntahi. Dalam aspek kekaryaan Hamzah Fansuri banyak membahas masalah-masalah Tasawuf yang mempunyai warna yang berbeda, hingga karya-karya beliau menjadi tonggak ukur perpuisian Nusantara pada pada waktu itu.

Pada kewaktuan berikutnya muncul Raja Ali Haji (1808-1803), muncul dengan Gurindam Dua Belas (1847) yang masyur hingga sastra Indonesia melaju bagai arus atas pengaruhnya dengan penggambaran peristiwa-peristiwa manusia yang diangkat dalam karya-karya beliau. Kemudian pengaruh-pengaruh sastra melayu dikemas dengan anggunnya oleh Sutan Takdir Alisyahbana (1908-1994), yang menjadi pengantar pada era perpusian modern dalam memakai istilah-istilah baru.

Kemudian lahirlah Chairil Anwar (1922-1949) sebagai pelopor perpuisian Indonesia modern. Chairil membawa puisi Indonesia menjadi berbagai bacam bentuk tema hingga dalam bentuk multi iterpretasi. Puisinya ‘Aku’ seakan mengaum dengan kerasnya membangunkan para penyair seangkatan dan setelahnya dalam dari pengaruh puisi lama yang menjadikan interpretasi sebagai gairah atas karya itu sendiri.

Babak 1

Pada penjelasan sebelumnya hanyalah bentuk mengantar bagaimana penyair-penyair terdahulu mampu membuat warna dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Akan tetapi atas pengaruh merekalah para penyair Indoneia mempunyai banyak warna juga atas pengaruhnya pada penulis muda.

Yang pertama harus digaris bawahi adalah tidaklah ada yang mau para menyair dikatagorikan sebagai penyair tua ataupun penyair muda. Karena setiap penyair mempunyai semangat kekaryaan menulis dengan berbagai landasan kreasi mereka. Tapi tentulah ada sedikit perbedaan kepada para penulis muda saat ini, yaitu vitalitas ide dan konteks tematik yang mereka tulis dalam karya mereka.

Sebuah Cerita 

Sekedar bercerita, saya pernah membaca sebuah antologi puisi yang terbit disekitar tahun 90’an di Bengkulu yang berjudul Besurek. Banyak penulis puisi yang mengusung tema-tema seperti perjuangan, religiositas, dan pujian terhadap tokoh tertentu. Ada satu penulis muda yang menulis puisi dengan tema yang berbeda dengan mengusung gaya eksistensialis hingga menjadi pembeda atas puisi-puisi yang ada didalam antologi puisi tersebut hingga tidak terjebak terhadap tema yang klise.

Antologi Puisi Bari I dan Bari II

Kemudian sekitar tahun 1996-1997 di Sumatera Selatan pernah terbit buku "antologi puisi Bari I dan Bari II" yang menjadi motor penggeraknya adalah Mas Willy Siswanto (sekarang beliau telah membangun proses keseniannya di Provinsi Bangka Belitung). Harus saya katakan bahwa antologi puisi Bari I dan II adalah sebuah pembelajaran proses kreatif bagi calon para menulis puisi karena puisi-puisi didalamnya merupakan hasil filtrat dari sayembara lomba penulisan puisi. Dan hebatnya pada waktu itu, buku antologi puisi ini bersanding (katakanlah) para penyair senior dan penyair pemula. 

Sebagai contoh didalam buku tersebut puisi-puisi Mas Willy Siswanto yang sudah diakui sebagai penyair sekelas Nasional mau bersanding dengan puisi-puisi penyair muda yang beberapa nama diantaranya Siti Nurhasanah, Lilik bagus Setiawan, Ipriansyah, Ermanovida, dan banyak lagi. Sehingga kualitas serta kuantitas ada didalamnya dan benar-benar menjadi sebuah peristiwa pembelajaran proses kreatif. Tetapi sekarang, kedua antologi yang pernah diterbitkan oleh Komunitas Pengarang dan Penyair Muda itu mudah-mudahan tidak menjadi artefak.

Babak 2 (Selesai)

Tidaklah ada bentuk penyair senior ataupun penyair junior, itun pun banyak juga para penyair yang terlihat dibeberapa peristiwa budaya mereka menjadi narasumber kesenian dan memposisikan diri sama dengan penulis-penulis muda. mengingat rumah penyair itu sendiri menurut Rendra adalah di Matahari dan Cakrawala, bukannya membuat pertemuan-pertemuan di rumah makan mahal dan kafe mewah dan hanya berkomentar di surat kabar atau selalu tampil ditelevisi atau hanya sebagai juri lomba baca puisi. 

Seorang penyair tidaklah harus melupakan keanggunan bertindak dan berkata-kata, walau harus melawan sekalipun. Kalian tidak pernah berkaca pada Wiji Tukul yang memberi contoh bagi kita tentang cara melawan yang berapi-api, juga bagaimana menggunakan pena dan kata-kata sebagai senjata. Karena syarat seorang penyair adalah karya, dan syarat penayir itu diakui adalah produktifitas dan kualitas karya itu sendiri.

Palembang, 20-12-2024

Sekilas Tentang Penulis Mohammad Arfani

yang harus dilakukan oleh penyair
Mohammad Arfani

Mohammad Arfani adalah seorang Pujangga, Penyair dan Akademisi. Beliau Dilahirkan di Kepahiang 45 tahun silam. Kehadirannya di dunia ke-penyairan sudah tidak bisa dianggap remeh, selain pernah mendapatkan Penghargaan bergengsi " BENGKULEN AWARD" sosok Mohammad Arfani juga telah melebarkan sayapnya sampai ke tingkat Asia Tenggara melalui karya-karyanya baik berupa puisi mapun naskah drama. 



Previous Post
3 Comments
  • Dank Fahmi Bkl
    Dank Fahmi Bkl 20 Desember 2024 pukul 13.33

    Mantapp... Teruslah berkarya sobat..

  • Ivy Yusika Sar
    Ivy Yusika Sar 20 Desember 2024 pukul 14.23

    Tidak diragukan lagi kemampuannya, keren kak Cik

  • Anonim
    Anonim 20 Desember 2024 pukul 21.45

    tabek buat penyair dan pujangga sejati

Add Comment
comment url