SELF EFFICACY (1)
Schultz (1994) menyatakan bahwa self-efficacy
merupakan perasaan individu terhadap kecukupan, efisiensi dan kemampuan individu
tersebut dalam menghadapi kehidupan. Bandura (dalam Santrock, 1998) mendefinisikan self-
efficacy sebagai “individual’s belief that they can master a
situation and produces positive outcomes”. Definisi ini menyebutkan
bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai situasi
dan memperoleh hasil yang positif.
Bandura (dalam Feist & Feist, 2002; Akbar &
Hawadi, 2004) mengatakan bahwa self-efficacy merupakan prediktor tingkah
laku yang paling kuat. Bandura
juga mengatakan bahwa self-efficacy
merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya
untuk menghasilkan sesuatu dari peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya dan hal ini akan mendorong suatu
keinginan serta akan berpengaruh dalam
pemilihan perilaku, usaha dan ketekunan seseorang. Bandura menambahkan pendapatnya bahwa persepsi individu
terhadap kemampuannya (mencakup
penilaian kemampuan) akan mengatur dan menjalankan tindakan dalam jenis performansi tertentu.
Baron & Byrne (dalam Akbar & Hawadi, 2004) berpendapat bahwa self-
efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau
kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan atau mengatasi
rintangan untuk menghasilkan sesuatu.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa self-efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan atau
kompetensi yang ada dalam dirinya yang akan mempengaruhi dalam pemilihan
perilaku dan usaha dari individu tersebut ketika mengatasi rintangan untuk
menghasilkan sesuatu dan melakukan suatu tugas untuk mencapai suatu tujuan.
2. Pembentukan Self-Efficacy
Self-efficacy berkembang secara bertahap dan menurut Bandura
(dalam Schultz,1994) perkembangan self-efficacy dimulai dari masa bayi.
Bayi mulai mengembangkan self-efficacy sebagai usaha untuk melatih pengaruh
lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai belajar tentang kemampuan dirinya seperti
kemampuan
fisik, keterampilan sosial dan kecakapan berbahasa. Kemampuan
ini hampir secara konstan digunakan dan ditunjukkan di
lingkungan.
Awal pertumbuhan self-efficacy berasal dari
orang tua, kemudian setelah itu diperluas lagi dengan
pengalaman dunia anak dan penerimaan pengaruh dari saudara
kandung, teman sebaya dan orang dewasa lainnya. Anak yang berpengalaman
dan sukses dalam tugas dan permainan akan menunjukkan self- efficacy
yang tinggi (Schultz, 1994).
Ketika memasuki masa remaja, seseorang dihadapkan
dengan tuntutan dan tekanan baru, dari pengenalan seks
hingga pemilihan universitas dan karir. Dalam setiap
situasi yang membutuhkan penyesuaian, remaja harus membentuk kemampuan baru dan penilaian baru terhadap kemampuan mereka. Bandura mencatat bahwa
keberhasilan pada masa remaja tergantung pada self-efficacy yang terbentuk pada masa kanak-kanak (Schultz,
1994).
Bandura membagi masa dewasa atas 2 kelompok yaitu
dewasa muda dan dewasa pertengahan. Menurut Bandura, self-efficacy
penting pada masa dewasa muda yakni dalam hal penyesuaian
terhadap perkawinan dan peningkatan karir. Individu
yang mempunyai self-efficacy rendah cenderung gagal dalam menyesuaikan
diri dalam situasi sosial (Schultz, 1994).
Bandura (1994) juga menambahkan pendapatnya mengenai
proses terbentukya self-efficacy dimana ia mengatakan bahwa penilaian self-efficacy
merupakan suatu proses pertimbangan pada faktor kemampuan dan non
kemampuan, dan proses penyimpulan terhadap kesuksesan dan
kegagalan. Self-efficacy bersama-sama dengan
kemampuan kognitif, sosial dan tingkah laku diatur menjadi tindakan yang terintegrasi
untuk mencapai tujuan tertentu. Akibatnya, dalam situasi yang
sama dan orang yang berbeda dapat menghasilkan prestasi yang
berbeda. Demikian juga orang yang sama dalam situasi yang berbeda dapat
menghasilkan prestasi yang berbeda pula (Akbar &
Hawadi, 2004).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulan bahwa
proses perkembangan self- efficacy
yang dimiliki oleh seseorang berlangsung dari sejak masa bayi, kanakkanak, remaja, dan seterusnya sampai usia dewasa. Dalam perkembangannya, self-efficacy
seseorang akan dipengaruhi oleh pengalaman sosial bersama orang tua,
saudara dan lingkungan di sekitarnya.
3. Sumber-sumber Self-Efficacy
Bandura
(1997) mengatakan bahwa terdapat empat sumber informasi yang dapat
diperoleh individu mengenai kemampuan dirinya, yaitu :
a. Enactive Mastery
Experiences (Pengalaman Keberhasilan)
Umpan balik terhadap hasil kerja
seseorang merupakan sumber informasi yang
paling berpengaruh terhadap self-efficacy. Bila seseorang berhasil mencapai kesuksesan yang diinginkan, maka akan
dapat meningkatkan keyakinan
terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, bila seseorang mengalami
kegagalan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan, maka akan dapat mengurangi keyakinan terhadap kemampuan
dirinya (Bandura, 1997).
b. Vicarious
Experience (Pengalaman Orang Lain)
Melihat orang lain yang sama dengan dirinya dalam memperoleh keberhasilan, maka akan
meningkatkan harapan individu untuk melakukan tugas
yang sama pula. Individu akan menilai bahwa dirinya juga mampu melakukan hal yang
sama. Sementara jika individu tersebut melihat orang lain yang dinilai
memiliki kemampuan yang sama dengan dirinya mengalami kegagalan, maka hal tersebut
dapat merendahkan penilaian terhadap kemampuan dirinya sendiri (Bandura, 1997).
c. Verbal Persuasion (Persuasi Verbal)
Individu dapat
memperoleh informasi mengenai kemampuan dirinya melalui persuasi verbal
yang disampaikan oleh orang lain dan biasanya merupakan orang-orang yang
mempunyai pengaruh terhadap dirinya. Pada dasarnya persuasi digunakan untuk
membantu individu percaya akan kemampuan yang dimilikinya (Bandura, 1997).
d. Physiological State (Keadaan
Fisiologis)
Individu dapat
mengetahui bahwa kondisi fisiknya dalam suatu situasi yang menekan, sebagai
tanda bahwa ia tidak mampu melakukan suatu tugas. Dalam menghadapi suatu
aktifitas yang menuntut kekuatan fisik dan stamina, seseorang dapat membaca
kelelahannya sebagai indikasi ketidakmampuan, sehingga keyakinan dirinya
akan menurun (Bandura, 1997).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self- efficacy individu antara lain :
a. Jenis
kelamin
Orang tua seringkali memiliki pandangan yang berbeda
terhadap kemampuan anak laki-laki dan perempuannya.
Zimmerman (dalam Bandura, 1997) dalam penemuannya melaporkan bahwa
terdapat perbedaan pada perkembangan kemampuan dan kompetensi anak
laki-laki dan perempuan. Ketika anak lakilaki
berusaha untuk sangat membanggakan kemampuan dirinya, anak perempuan malah seringkali meremehkan kemampuan mereka.
b. Sifat dari tugas
yang dihadapi
Derajat
kompleksitas dan kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu akan mempengaruhi penilaian individu tersebut
terhadap kemampuan dirinya sendiri. Semakin
kompleksnya suatu tugas yang dihadapi oleh individu maka akan semakin rendah individu tersebut dalam
menilai kemampuannya. Sebaliknya,
jika individu dihadapkan pada tugas yang mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi individu tersebut akan
menilai kemampuannya.
c.
Insentif eksternal
Bandura
(1997) mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan self-efficacy adalah competent
contingent incentive yaitu insentif yang diberikan oleh orang lain
yang merefleksikan keberhasilan seseorang dalam menguasai atau melaksanakan
tugasnya.
d. Status
(peran serta individu dalam lingkungan)
Individu
yang memiliki peran di dalam lingkungan akan memperoleh derajat kontrol yang lebih besar sehingga self-efficacy yang dimilikinya
juga tinggi. Sedangkan individu yang tidak terlibat dalam lingkungan akan memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self-efficacy
yang dimilikinya juga rendah
dibandingkan dengan orang yang aktif dalam lingkungan. Peran dalam lingkungan dapat ditunjukkan dengan mengikuti satu atau lebih organisasiorganisasi
sosial yang ada.
e. Informasi tentang kemampuan diri
Seseorang
akan memiliki self-efficacy yang tinggi jika ia memperoleh informasi
yang positif mengenai dirinya dan akan memiliki self-efficacy yang rendah
jika memperoleh informasi yang negatif mengenai dirinya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat lima faktor yang dapat
mempengaruhi
self-efficacy yaitu jenis kelamin, sifat dari tugas yang dihadapi, insentif eksternal, status (peran serta individu
dalam
lingkungan) dan informasi tentang kemampuan
diri.
5. Aspek-aspek Self-Efficacy
Menurut
Bandura (1997), ada 3 aspek dari self-efficacy antara lain : a.
Magnitude Level (tingkat kesulitan tugas)
Magnitude level berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas
yang dihadapi. Persepsi setiap individu akan berbeda dalam
memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Ada yang menganggap suatu tugas
itu sulit sedangkan orang lain mungkin menganggap tidak demikian.
Apabila sedikit rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas,
maka tugas tersebut akan semakin mudah dilakukan.
Magnitude
level terbagi atas 3 bagian, yaitu :
1)
Analisis pilihan perilaku yang akan
dicoba, yaitu seberapa besar individu merasa mampu atau yakin untuk
berhasil menyelesaikan suatu tugas dengan pilihan perilaku yang akan diambil.
2)
Menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui
batas kemampuannya, yaitu seberapa besar
keyakinan atau kemampuan individu dalam menghindari situasi dan perilaku
yang dirasa berada di luar batas kemampuannya.
3)
Menyesuaikan dan menghadapi langsung
tugas-tugas yang sulit, yaitu seberapa besar keyakinan dan
kemantapan individu dalam menjalankan tugas dan tantangan pekerjaan.
b.
Generality (luas bidang perilaku)
Berkaitan dengan
luas bidang perilaku dimana seseorang merasa yakin bahwa dirinya mampu
untuk mengerjakan suatu tugas baik pada setiap bidang yang biasa dijalaninya
maupun pada bidang yang belum pernah dilakukannya.
c. Strength (kemantapan
keyakinan)
Berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam pemenuhan tugasnya. Individu
yang memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas akan terus bertahan
dalam usahanya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan.
........bersambung
Sumber
Fillamenta,N.2015.PSIKOLOGI KESEHATAN: Sebuah Pengantar.Palembang: Sapu Lidi